Sabtu, 02 April 2016

Keesaan Allah SWT

Di setiap pengajian, kita telah diajarkan oleh guru-guru kita bahwa Allah SWT Maha Esa. Esa merupakan kohesi leksikal. Kata Esa bersinonim dengan kata "tunggal" atau "satu", antonim dari kata Esa adalah "banyak", kata Esa merupakan hiponim dari bilangan. 

Allah SWT berfirman 14 abad yang lalu,

Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala sesuatu, (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada satupun yang setara dengan Dia. (QS. 112:1 - 4)

Ayat pertama dalam surah tersebut merupakan inti/gagasan utama surah itu. Ayat 2 sampai 4 merupakan arti dari ayat pertama. Dengan kata lain ayat-ayat tersebut merupakan arti dari "Keesaan Allah Jalla Jalaluh". Dalam postingan hari ini, keempat ayat ini sangat mudah untuk dipahami betul. 

Ayat 1 => Allah itu Esa, tidak banyak.
Ayat 2 => Allah itu tempat meminta segala sesuatu. Artinya segala sesuatu bergantung kepada Allah Azza wa Jalla.
Ayat 3 => Allah tidak beranak dan bukan anak. Allah tidak beranak artinya Allah tidak memiliki istri, bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai istri? Allah bukan anak, artinya Allah tidak memiliki ayah dan tidak memiliki ibu, bagaimana Allah itu anak jika dia tidak mempunyai ayah dan ibu?
ayat 4 => Tidak ada yang sama dengan Allah. Segala sesuatu yang memiliki sifat satu itu banyak, diantaranya adalah bahwa kita memiliki satu ibu kandung, dan satu ayah. Allah itu satu, tetapi Allah tidak sama seperti mereka.

Ketika kita sudah memahami betul ayat-ayat di atas. Mungkin sebagian pembaca akan bertanya, "Apa buktinya jika Allah itu Maha Esa?" Mari kita mencoba menjawab pertanyaan ini dengan ilmu sains formal, salah satu cabang dari sains formal adalah ilmu "Matematika". Insya Allah bagi pembaca yang mengerti, kita akan mengetahui jawaban ini adalah jawaban yang memuaskan.

Ayat pertama menjelaskan bahwa Allah itu satu, mari kita simpan angka satu ini dalam otak. Kita akan membahas bukti bahwa Allah itu Esa dari mulai ayat 4, 2 dan 3. Namun, kita perlu pertanyaan untuk membimbing kita supaya jawaban ini sangat memuaskan (insya Allah), "Dari manakah angka satu berawal?" Jawabannya adalah sebagai berikut. Jawabannya ada dua, pertama berdasarkan hasil operasi dan berdasarkan sejarah. Mari kita coba menjawab pertanyaan ini dengan materi himpunan.

Maka hal itu telah menjelaskan bahwa himpunan A berbeda dengan himpunan B. Jawaban pertanyaan itu memiliki kesimpulan bahwa angka satu tidak memiliki sejarah, artinya angka satu tidak berawal. Untuk melanjutkan eksperimen kita, pertanyaan penting yang harus dibahas adalah "Apa buktinya jika angka satu tidak berawal dalam kasus ini?" Pembaca yang mulia diharapkan memperhatikan untaian sejarah bilangan.

Bilangan pertama yang digunakan oleh manusia adalah bilangan asli. Bilangan ini bermula dari angka 1 dan berakhir di angka 9, angka romawi dari 1 sampai tak terhingga. Belum ada angka 11 atau 20, maupun puluhuan, ratusan atau ribuan dalam angka arab, karena angka nol saat itu belum ditemukan. Angka nol sebenarnya sudah ada dalam angka suku maya, akan tetapi kekuarangannya adalah bagaimana cara menyelesaikan operasi artimatika, itu cukup sulit bagi orang yang hidup di zaman ini, kesulitannya adalah bahwa jika mengoperasikan bilangan selain angka arab tidak memiliki angka dasar.

Bilangan kedua setelah bilangan asli adalah bilangan cacah. Bilangan cacah hadir ketika ditemukannya angka nol pada masa "The golden Age", angka 0 ditemukan oleh Matematikawan Islam yang dijuluki dengan nama "Syeikh Al-Jabar". Ditemukannya angka nol membuat sistem operasi aritmatika mudah dipahami bagi orang yang hidup di zaman ini. Bilangan cacah terdiri dari angka 0 sampai tak terhingga, lahirnya angka nol dalam angka arab membuahkan angka belasan, puluhan ratusan bahkan jutaan hadir.

Di zaman selanjutnya, seorang membutuhkan pengukuran untuk mengukur kedalaman air laut, bumi dan sebagainya. Kebutuhan ini menyebabkan gagasan bilangan negatif lahir. Lahirnya bilangan negatif membuahkan bilangan baru lahir, bilangan ini disebut bilangan bulat.

Akan tetapi manusia membutuhkan suatu bilangan untuk mengukur segala sesuatu dengan seteliti mungkin. Atas kebutuhan ini, hadirlah bilangan riil yang terdiri dari bilangan rasional dan irasional, kedua bilangan ini memiliki bilangan pecahan, sebenarnya bilangan pecahan sudah ada sejak zaman rasulullah (lihat surat An-Nisa tentang Hukum Waris).

Pada abad ke 20 telah ditemukan suatu bilangan imajiner. Bilangan imajiner dipadukan dengan bilangan riil sehingga melahirkan istilah baru dalam bilangan, yakni bilangan kompleks.

Bilangan asli merupakan barisan aritmatika pertama yang pernah ditemui oleh manusia. Secara matematis barisan aritmatika dapat dituliskan sebagai berikut.

Selisih antar suku dapat dicari dengan prosedur berikut.
 Selisih tiap-tiap suku dari bilangan asli adalah satu. Dalam hal tersebut, maka bilangan yang mendahului bilangan asli adalah bilangan "Tunggal". Berdasarkan sejarah, bilangan tunggal tidak memiliki sejarah, dengan kata lain tidak berawal. Bilangan inilah yang menghasilkan jutaan angka, bilangan inilah yang menyebabkan adanya bilangan lain setelahnya. Jika bilangan tunggal tidak ada sejak zaman azali, bahkan sebelum zaman itu, maka seluruh angka dan bilangan yang pernah ditemui oleh kita, tidak akan pernah ada. Jika angka selain dari angka satu yang tidak berawal, maka angka itu mampu melahirkan bilangan setelahnya, tapi tidak komplit. Jika angka -1 yang tidak berawal, bagaimana kita memahaminya? Bukankah telah menjadi fakta bahwa bilangan -1 lebih akhir dari angka 1? Ini adalah bukti bahwa angka satu ini tidak setara dengan angka satu berdasarkan hasil operasi, seluruh angka dan bilangan bergantung pada bilangan tunggal, bilangan tunggal sama sekali tidak berawal.

Sering sekali kita mendengar frase "berkembang biak". Contoh soal matematika yang telah kita pelajari adalah "pembelahan bakteri". Satu bakteri membelah diri menjadi dua, itu artinya 1 x 2 = 2, ditiap menitnya bakteri ini membelah diri, berapakah jumlah bakteri pada menit ke 5, 5 merupakan eksponen (kita sebut saja generasi ke 5), maka jumlah bakteri saat itu adalah 32. Artinya a^n dikatakan generasi jika a lebih dari 1 dan n lebih dari 0. Seandainya a sama atau kurang dari 1 apakah ada jumlah bakteri adalah negatif -2, jika 1 atau nol tetaplah jika dipangkatkan tak terhingga hasilnya tetap angka itu sendiri, dan seandainya n kurang dari 0 maka sangat mustahil mulut kita mengatakan generasi ke -6.

Setelah kita membuktikan kebenaran 4 ayat ini, sebagian pembaca mungkin akan bertanya, "mengapa kita harus menyembah Allah?" Jawab kita adalah bahwa Allah adalah "satu-satunya" Tuhan. Allah berfirman:

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, Sesembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. (QS.114:1 - 6)

5 komentar:

  1. بسم الله الرحمٰن الرحيم
    ما شاء الله تبارك الله تقدس الله سبحانه وتعالى جل جلاله
    سبحان الله والحمد لله ولا إلـٰه إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله
    الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم
    سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم
    الحمد لله رب العالمين
    لا إلـٰه إلا الله

    BalasHapus
  2. hy guys ingin nmendapatkan uang jutaan rupiah gak ^^
    ayo segera bergabung dengan saya di AJOQQ.CLUB
    disini hanya dengan minimal deposit 15.000 kalian semua bisa menang jutaan rupiah lo
    ayo tunggu apa lagi kami tunggu ya pendaftarannya ^^

    BalasHapus
  3. mari coba keberuntungannya bersama kami hanya dengan
    deposit minimal 10.000 bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apalagi, segera bergabung bersama kami di IONQQ".COM

    BalasHapus